Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kebutuhan pasien rawat inap dan perawat terhadap pelayanan konseling obat dan jenis informasi obat yang dibutuhkan, serta membuat perangkat pelayanan konseling. Penelitian diawali dengan studi pendahuluan, penetapan ruang rawat inap yang diteliti, penyusunan dan penyebaran kuesioner, pengambilan data obat dari resep, analisis data, pembuatan perangkat konseling, dan penyusunan prosedur pelaksanaan konseling. Dari analisis kuesioner diperoleh hasil sebagai berikut: sebanyak 100persen pasien merasa tidak pernah mendapat konseling; sebanyak 55,59persen pasien di kedua ruang rawat inap dan 93,92persen perawat instalasi rawat inap menyatakan bahwa konseling sangat diperlukan; waktu konseling yang paling baik menurut 72,62persen pasien adalah pukul 09.00-12.00; durasi konseling yang sebaiknya diberikan adalah 15 menit menurut 32,96persen pasien; jenis informasi obat yang diperlukan pasien adalah khasiat obat (26,04persen), cara penggunaan obat (21,90persen), efek samping obat (21,89persen), dosis obat (19,58persen), dan lain-lain (penanganan efek samping, reaksi alergi, penyakit dan tanda-tanda kesembuhannya, merek obat) sebanyak 10,59persen. Perawat membutuhkan informasi cara mengonsumsikan obat (21,62persen), indikasi dan kontraindikasi (20,27persen), efek samping dan efek toksik (18,24persen), cara penyiapan obat (17,57persen), serta interaksi obat (16,22persen). Metode yang tepat dalam memberi konseling obat menurut 65,92persen pasien dan 81,76persen perawat adalah dengan konseling individual. Dari penelitian juga dihasilkan perangkat konseling yang terdiri dari prosedur pelayanan konseling, formulir konseling obat, angket kepuasan pasien terhadap pelayanan konseling, serta daftar obat yang digunakan sebagai acuan untuk membuat database informasi obat. Berdasarkan hasil analisis kuesioner, konseling sangat dibutuhkan oleh pasien. Informasi yang diperlukan oleh pasien dan perawat dapat dijadikan acuan dalam mempersiapkan database informasi obat yang tepat untuk memenuhi kebutuhan pasien dan perawat terhadap informasi tersebut. Peran apoteker sebagai pemberi konseling obat masih kurang dikenal oleh pasien dan perawat, sehingga apoteker harus mensosialisasikan dan berperan aktif dalam melaksanakan pelayanan tersebut. Perawat dapat membantu pelayanan konseling obat, tetapi harus mendapatkan pendidikan dan pelatihan tentang obat terlebih dahulu dari apoteker.

Deskripsi Alternatif :

Abstract:



Following research was aimed to decide whether inpatient and nurse need counseling service, types of drug information that necessary to be prepared and to design counseling service tool kit. This research began with preliminary study, inpatient room sample decision, design and disseminate question form, prescription drug listing, data analysis, counseling tools design, and counseling procedure design. Based on question form analyses result, about 100percent patients never received counseling service. About 55.59percent patients at two inpatient room and 93.92percent nurses needed counseling service. The most preferable time for 72.62percent patients to receive counseling was between 9 to 12 in the morning. Counseling duration which acceptable to 32.96percent patients was about 15 minutes. Types of informations that patient needed were drug indication (26.04percent), administration instruction (21.90percent), side effects (21.89percent), dosage (19.58percent), miscellaneous (side effects handling, allergy, disease and its symptom, brand name of the drug) about 10.59percent. On the other hand, nurses needed information about drug administration (21.62percent), indication and contraindication (20.27percent), side and toxic effects (18.24percent), drug preparation (17.57percent), and drug interaction (16.22percent). The most effective method in counseling service was individual counseling, taken from the answers of 65.92percent patients and 81.76percent nurses. This research also carried out counseling tool kit containing: counseling procedure, counseling form, counseling service satisfaction form and prescripted drug list as a baseline to design drug information database. Based on question form analyses, counseling was needed by the patient. Informations that were needed by the patients and nurses could be the baseline in preparing drug information database. Pharmacists responsibility as a counselor were not well known by the patient and nurse. Thus, pharmacists should socialize and work actively on that service. Nurses might give drug counseling service after being educated and trained by the pharmacist.

Pelayanan kefarmasian semakin berkembang, tidak terbatas hanya pada penyiapan obat dan penyerahan obat pada pasien , tetapi perlu melakukan interaksi dengan pasien dan profesional kesehatan lainnya , dengan melaksanakan pelayanan "Pharmaceutical care" secara meneyeluruh oleh tenaga farmasi.

Konseling pasien merupakan salah satu bagian dari pelayanan farmasi , karena baik tenaga farmasi maupun pasien memperoleh keuntungan dari kegiatan konseling.


Definisi dari konseling mungkin berbeda - beca diantara kalangan pharmacist, ada yang berpendapat .

Bahwa Konseling adalah memberi nasehat pada pasien. ada juga yang berpendapat Konseling adalah pendidikan untuk pasien dan ada juga yang mendefinisikan Konseling sebagai upaya membantu pasien memecahkan masalah

Secara Terminologi Konseling ( Counsel ) berarti memberikan nasihat , tapi juga punya implikasi diskusi timbal. balik dan tukar menukar opini.

Namun di lapangan konseling dan pendidikan pasien berjalan berdampingan , dan menjabarkan lebih banyak lagi, meliputi ;

mendengarkan, bertanya , evaluasi, interpretasi, mensuport, menjelaskan , memberikan informasi, memberikan nasehat, merekomendasi.

Mengapa Pelayanan Konseling Pasien dibutuhkan ?

Berhasilnya suatu terapi tidak hanya ditentukan oleh diagnosis dan pemilihan obat yang tepat, tetapi juga oleh kepatuhan ( compliance) pasien untuk mengikuti terapi yang telah di tentukan.

Kapatuhan pasien ditentukan oleh beberapa hal antara lain persepsi tentang kesehatan, pengalaman mengobati sendiri, pengalaman dari terapi sebelumnya, lingkungan (teman dan keluarga ), adanya efek samping obat, keadaan ekonomi, Interaksi dengan tenaga kesehatan (dokter, apoteker dan perawat).

Akibat dari ketidakpatuhan pasien pada terapi obat yang diberikan adalah kegagalan terapi , terjadinya resistensi antibiotika, dan yang lebih berbahaya adalah terjadinya toksistas .

Adapun penyebab dari ketidakpatuhan pasien adalah : usia lanjut, regimen yang kompleks, lamanya terapi, hilangnya gejala ( symptom ), takut akan efek samping, takut ketergantungan obat, rasa obat yang tidak enak , masalah ekonomi, kurangnya pengetahuan tentang penyakit, pentinyya terapi dan petunjuk penggunaan obat. Faktor tersebut akibat dari kurangnya informasi dan komunikasi antara tenaga kesehatan dengan pasien . Biasanya karena kurangnya informasi mengenai hal - hal di atas , pasien melaukan self - regulation terhadap terapi obat yang diterimanya.

Keuntungan dari konseling bagi pasien adalah :

  • mengoptimalkan hasil terapi obat, tercapainya tujuan medis dari terapi obat
  • Mengurangi kesalahan dalam penggunaan obat ,
  • mengurangi efek samping obat, resistensi antibiotika dan toksisitas obat
  • Adanya panduan dalam swamedikasi
  • tambahan pengetahuan tentang penyakit yang diderita

Keuntungan pasien - konseling bagi tenaga farmasi adalah

  • Sebagai bahan untuk Legal protection bila dikemudian hari terjadi klaim atas obat yang diberikan pada pasien
  • Sebagai salah satu � profesional" dalam team perawatan kesehatan
  • Meningkatkan kepuasaan kerja
  • menjadi mitra pasien dalam pengobatan sendiri (swamedikasi)
  • tambahan service untuk menarik konsumen dan meningkatkan daya saing dan meningkatkan omzet

Adapun Tujuan dari konseling pasien adalah

  • mengoptimalkan hasil terapi obat dan tujuan medis dari terapi obat dapat tercapai
  • Membina hubungan dengan pasien dan nimbulkan kepercayaan pasien
  • menunjukan perhatian dan care kita pada pasien
  • membantu pasien dalam menangani obat-obat yang digunakan
  • membantu pasien dalam mengatasi kesulitan yang berkaitan dengan penyakitnya
  • mencegah dan mengurangi efek samping obat, toksistas, resistensi antibiotika ,dan ketidakpatuhan pasien

Konseling pasien sebaiknya dilakukan pada setiap pasien , namun jumlah pasien terlalu banyak ( untuk RS ) dan ada keterbatasan waktu dan sumber daya maka criteria urutan prioritas pemilihan pasien dapat didasarkan pada : Pasien dengan lebih 3 maslah /gangguan kesehatan, , pasien yang menerima lebih dari 5 jenis obat,pasien yang menerima obat dengan indeks terapi yang sempit, diperlukan teknis khusus dalam penggunaan obat ( supositoria ), , pasien berisiko tinggi mengalai efek samping, , pasien usia lanjut.

Dalam pelayanan konseling sangat dibutuhkan kemampuan berkomunikasi selain basic keilmuan lainnya, dan tenaga farmasi harus memiliki dan mnggunakannya Untuk beinteraksi dengan pasien dan untuk berinteraksi dengan profesional kesehatan lainnya.

Hal -hal yang harus disiapkan dalam memberikan pelayanan Konseling pada pasien

Sebelum memberikan konseling ada beberap hal yang harus diketahuio oleh seorang apoteker agar tujuan konseling tercapai .Hal yang Perlu diperhatikan adalah latar belakang pasien ( data base pasien ) seperti biodata, riwayat penyakit, riwayat pengobatan, alergi, riwayat keluarga , sosial dan ekonomi.

Hal kedua yang pelu diperhatikan adalah membuat daftar masalah yang dihadapi pasien ( terutama masalah yang berkaitan dengan obat ). Setelah kedua hal tersebut dilakukan baru dapat memberikan konseling berdasarkan masalah yang sudah di susun kemudian dapat dilihat dari perubahan sikap pasien apakah konseling yang telah diberikan sudah tepat atau belum.

Kendala dalam pemberian obat dan konseling

Berbagai kendala dalam memberikan konseling dapat terjadi pada proses pengobatan dan pemberian konseling. Kendala yang berasal dari pasien antara lain adalah perasaan marah, malu, sedih, takut, ragu-ragu. Hal ini dapat diatasi dengan bersikap empathy, mencari sumber timbulnya masalah tersebut, tetap bersikap terbuka dan siap membantu.

Untuk kendala yang berasal dari Latarbelakang pendidikan, budaya dan bqhasa Kendala dapat diatasi dengan Menggunakan istilah sederhana dan dapat dipahami, Berhati-hati dalam menyampaikan hal yang sensitif , atau Menggunakan penterjemah.

Untuk kendala yang berasal dari f isik dan mental dapat diatsai dengan upaya menggunakan alat bantu yang sesuai atau Melibatkan orang yang merawatnya.

Sedangkan Kendala yang berasal dari tenaga farmasi dapat berupa m endominasi percakapan, Menunjukkan sikap yang tidak memberikan perhatian dan tidak mendengarkan apa yang pasien sampaikan, cara berbicara yang tidak sesuai (terlalu keras , sering rnengulang suatu kata ), Menggunakan istilah yang terlalu teknis yang tidak dipahami pasien, sikap dan gerakan badan yang tidak sesuai yang dapat mengganggu konsentrasi pasien, sedikit atau terlalu banyak melakukan kontak mata dengan pasien.

Bila ini terjadi pada upaya mengatasinya adalah dengan Memberikan pasien kesempatan untuk menyampaikan masalahnya dengan bebas, menunjukan kepada pasien bahwa apa yang disampaikannya didengarkan dan diperhatikan melalui sesekali anggukan kepala, kata ya dan sikap badan yang cenderung ke arah pasien, Menyesuaikan volume suara dan mengurangi kebiasaan mengeluarkan kata-kata yang mengesankan gugup dan tidak siap, menghindari pemakaian istilah yang tidak dipahami oleh pasien, tidak menyilangkan kedua tangan dan menghindari gerakan berufang yang tidakk pada tempatnya dan Menjaga kontak mata dengan pasien

Selain kendala - kendala tersebut diatas terdapat kendala lain yang kadang kurang diperhatikan oleh tenaga farmasi . kendala tersebut adalah lingkungan pada saat konseling dilakukan. Tempat yang terbuka, suasana yang bising, sering adanya interupsi, adanya partisi (kaca kounter ) dapat mempengaruhi pasien dalam menerima konseling. Hal ini harus diperhatikan oleh tenaga farmasi dalam memberikan konseling. Adanya tempat khusus ataupun tidak menerima telepon atau tamu lain dapat memberikan rasa privasi dan nyaman kepada pasien .

Itulah sekilas pandangan tentang pelayan konseling pasien , diharapkan dengan melakukan pelayanan konseling secara benar dan konsisten akan meningkatkan peran dan citra tenaga farmasi di masyarakat luas

Pelayanan Konseling Kristiani

PENGANTAR

Tantangan hidup yang kita alami di zaman modern ini semakin kompleks. Konflik, persaingan, kecemasan, kecurigaan, kebencian merupakan realitas konkrit yang setiap hari kita dihadapi. Stress, cemas, dan depresi berkembang sebagai penyakit-penyakit orang-orang modern. Orang menjadi lelah dan tak berdaya. Keterasingan terjadi, kehidupan batin pun menjadi kering.


Pembaharuan Karismatik Katolik juga menghadapi tantangan kehidupan dunia modern. “Tim Inti” dalam persekutuan doa mau tidak mau harus mempunyai persiapan seandainya ada seorang anggota persekutuan doa dengan segala permasalahan yang dihadapinya datang meminta pelayanan konseling. Diharapkan tim inti dapat memberikan bimbingan, pengarahan, dan dorongan bagi orang yang membutuhkan. Tanggung jawab ini tidak hanya terletak pada beberapa orang tertentu saja (imam, biarawan/wati), tetapi pada kita semua.
Kebutuhan pelayanan ini sangat mendesak, tetapi kita tidak boleh asal melayani saja. Diperlukan suatu pengetahuan yang cukup, baik mengenai dasar-dasar iman, Kitab Suci, juga hukum gereja. Hal lain yang penting bagi seorang konselor ialah ia mengetahui etika pelayanan konseling dan hal-hal yang perlu mengenai pelayanan ini. Tulisan ini bermaksud memberikan gambaran dan dasar yang perlu dimiliki oleh seorang konselor kristiani. Bagi Anda yang karena keadaan harus melayani pelayanan konseling diharapkan tulisan ini dapat membantu Anda dan orang yang Anda layani. Selamat melayani!

DASAR KITAB SUCI
Dalam Perjanjian Lama, kita dapat melihat contoh yang dapat dikatakan sebagai proses konseling. Misalnya, bagaimana Elihu memberi nasihat kepada Ayub di tengah-tengah penderitaannya; Malaikat Tuhan menolong nabi Elia, ketika ia kesepian dan putus asa di padang gurun; Daniel menasihati raja Nebukadnezar; Daud memainkan kecapi untuk menghibur Saul yang murung dan gelisah, dan sebagainya.
Sedangkan dalam Perjanjian Baru, Gereja diibaratkan sebagai Tubuh Kristus, persekutuan orang yang percaya. Mereka berbakti, berdoa, mengabarkan Injil, mengajar dan hidup saling tolong-menolong. Bahkan Tuhan Yesus mengatakan, bahwa tanda orang-orang percaya dan menjadi murid-Nya adalah jikalau mereka saling mengasihi (bdk. Yoh 13:35). Jelaslah, tanggung jawab orang-orang Kristen yang utama adalah untuk menolong orang lain. Dan sesuai dengan rencana Tuhan, Gereja menjadi kesatuan atau persekutuan dari orang-orang yang percaya dan oleh kuasa Roh Kudus diberi kuasa untuk melayani sesama, baik di dalam maupun di luar gereja. Jadi jelaslah, bahwa orang Kristen mempunyai tugas untuk pergi, menghibur, dan melayani orang lain dengan kasih dan konseling merupakan salah satu jalan.
Dalam suratnya kepada jemaat di Roma, Santo Paulus mengatakan, “Demikianlah kita mempunyai karunia yang berlain-lainan menurut kasih karunia yang dianugerahkan kepada kita: … jika karunia untuk menasihati, baiklah kita menasihati … hendaklah ia melakukannya dengan sukacita.” (Rm 12:6-8) dan “Karena itu nasihatilah seorang akan yang lain dan saling membangunlah kamu seperti yang memang kamu lakukan” (1 Tes 5:11) dan “…tegorlah mereka yang hidup tidak tertib, hiburlah mereka yang tawar hati, belalah mereka yang lemah, sabarlah terhadap semua orang.” (1 Tes 5:14)

ARTI KONSELING
Kata ‘konseling’ dalam bahasa Yunani diterjemahkan dalam 2 hal:
  1. Bouleou yang artinya menasihati, berunding, konseling
  2. Symbouleou yang artinya berkonsultasi, menasihati, berbicara bersama-sama, memberi atau menerima nasihat bersama-sama.
Jay E. Adams dalam bukunya “The Language of Counseling” dan “The Christian Counselor’s Wordbook” mengatakan bahwa konseling adalah suatu proses perubahan yang terjadi bila seorang kristen menolong sesamanya, agar menerapkan pada dirinya sendiri suatu analisa biblis atas persoalannya dan memecahkannya secara Alkitabiah dalam kuasa Roh Kudus.
Dilihat dari sejarahnya, sebenarnya konseling berkaitan erat dengan pemberian nasihat meskipun dalam kenyataannya tidak hanya memberi nasihat, dan juga pelayanan konseling tidak sama dengan berkhotbah. Pada abad ke-20, psikologi dianggap sebagai dasar konseling. Hal ini memang tidak salah, namun pengetahuan ini belum sempurna dan menyangkut banyak aspek yang tidak sesuai dengan kebenaran firman Tuhan. Mengapa? Kita ketahui bahwa hidup kristiani mempunyai pandangan dasar yang jelas tentang manusia yang kadang-kadang tidak dapat seiring sejalan dengan pandangan dasar psikologi tertentu, sehingga kita harus memperhatikan dan melihat unsur adikodrati dan pengalaman religius sebagai fakta atau fenomena yang mempengaruhi hidup manusia. Kita dapat mengunakan ilmu psikologi untuk melakukan pendekatan-pendekatan di dalam konseling. Jadi, psikologi hendaknya dipakai sebagai alat bantu untuk memahami kekayaan dan kedalaman pribadi manusia.
Arti konseling itu sendiri adalah pertolongan dalam bentuk wawancara yang mengharuskan adanya interaksi dan komunikasi yang mendalam antara konselor dan konseli dengan tujuan pemecahan masalah dan perubahan tingkah laku atau sikap serta pengendalian diri, mengembangkan kemampuan, menolong menjadi pribadi yang mantap.
Jadi, dapat dikatakan di sini bahwa konseling merupakan suatu hubungan timbal balik antara dua individu, yaitu konselor yang dipimpin Roh Kudus berusaha untuk menolong atau membimbing dalam mengaplikasikan kebenaran sabda Tuhan atas persoalan-persoalan hidup ini, dan konseli yang membutuhkan pengertian untuk mengatasi persoalan yang dihadapinya.

TUJUAN KONSELING
Tujuan pelayanan konseling tidak lain merupakan pelayanan pewartaan kasih Tuhan, sehingga seorang konseli dapat menerima anugerah pulihnya hubungan kasihnya dengan Tuhan, dan dengan demikian untuk segala permasalahannya dapat dicari jalan keluarnya bersama Tuhan. Konkritnya, untuk memperkenalkan Tuhan sebagai Juruselamat dan penolong, sehingga konseli memperoleh hidup baru. Melihat hal ini, perlulah mengetahui tujuan konseling itu sebenarnya.
Tujuan konseling antara lain:
  • Mengubah suatu sikap atau tingkah laku yang merugikan dan menolong seseorang untuk mengerti nilai-nilai kehidupan yang ada. Seorang konselor perlu menemukan macam-macam cara, agar konseli mengubah hal-hal yang perlu untuk pengembangan dan kemantapan dirinya, termasuk hal-hal yang ada dalam lingkungan hidup konseli.
  • Belajar bagaimana harus bergaul dan berkomunikasi dengan sesama. Disini konseling bertujuan untuk meningkatkan kualitas kehidupan seseorang, sehingga pandangan dan penilaian diri sendiri bisa menjadi lebih obyektif serta peningkatan ketrampilan dalam penyesuaian diri lebih efektif.
  • Membantu seseorang untuk dapat mengekspresikan perasaan kuatir, gelisah, takut atau kemarahan secara sehat. Bimbingan seorang konselor dibutuhkan agar konseli dapat mengutarakan secara terbuka perasaan dan frustrasinya untuk menyadarkan konseli akan tantangan realita kehidupan ini dan untuk membimbingnya kepada pertumbuhan iman dan kematangan emosi, sehingga ia dapat mengatasi dengan lebih mudah permasalahannya.
  • Menolong mengerti sebab-sebab dari persoalan yang timbul. Dalam konseling, seorang konselor bertugas untuk mendengar, memperhatikan apa yang dikatakan, mendorong konseli untuk menjelaskankannya lebih lanjut, memberi komentar, ataupun mengajukan pertanyaan-pertanyaan sehingga konselor bisa mempunyai gambaran yang lebih jelas mengenai masalah yang dihadapinya secara keseluruhan.
  • Menyadarkan konseli akan dosanya, agar mengakui dosanya dihadapan Tuhan, supaya dapat mengalami pengampunan dan memulai suatu kehidupan yang baru. Disini konselor mengkonfrontasikan konseli dengan kesalahan, kelemahan, kegagalan bahkan kebodohannya dengan tujuan untuk menolong konseli agar memahami tindakannya sendiri dan melakukan langkah-langkah perbaikan yang selama ini ditolaknya.
  • Menciptakan kesediaan seorang konseli untuk mendengarkan nasihat, teguran, dan untuk menolong orang lain yang mempunyai permasalahan yang sama.
  • Belajar tumbuh dalam iman dan pengenalan akan Tuhan dalam doa dan perenungan Sabda Tuhan secara teratur. Konseling akan membawa seseorang masuk dalam kehidupan yang lebih dapat dinikmati (bdk. Yoh 10:10) bahkan sampai mengalami kehidupan yang kekal di surga (bdk. Yoh 3:16).
CIRI DAN LANGKAH-LANGKAH DALAM KONSELING
Ciri dari konseling:
  • Suatu bentuk wawancara berbentuk rahasia atau confidential, maksudnya hal-hal yang bersifat pribadi yang dibicarakan dalam konseling tidak dapat dijadikan bahan informasi untuk orang lain dan menjaga kerahasiaan ini penting untuk memelihara kepercayaan konseli terhadap konselor.
  • Konseling biasanya dilakukan di tempat tersendiri artinya bukan di tempat ramai.
  • Adanya komunikasi yang mendalam antara konselor dan konseli, jadi bukan sekedar berbicara.
  • Bukan hanya pemberian nasihat, informasi atau saran walaupun hal itu kadang diperlukan.
  • Tanpa paksaan karena ini akan mengakibatkan perlawanan dan rasa terpaksa dari konseli yang menjadi hambatan dalam proses konseling karena konseli tidak akan terbuka.
  • Mendengarkan dengan penuh perhatian diperlukan dalam proses konseling. Konseling yang efektif tidak akan terjadi apabila konselor menerima konseling sambil mengerjakan sesuatu.
  • Keputusan terakhir yang mengambil adalah konseli. Karena konseli harus merasa bahwa yang dihadapi adalah masalahnya bukan masalah konselor karena itu dialah yang bertanggungjawab untuk mengatasinya.
  • Ada kepercayaan antara konseli pada konselor.
  • Ada sikap yang tulus dalam membantu dan kerjasama antara konselor dan konseli.
Sehingga, perlu pula mengetahui langkah-langkah yang harus dilakukan dalam proses konseling:
  1. Membangun hubungan antara konselor dengan konseli.
  2. Mengingat bahwa seluruh proses konseling itu ditujukan bukan untuk sekedar melayani dan pemberian nasihat, tetapi lebih lagi untuk membimbing ke arah keutuhan manusiawi, maka proses konseling demi pertumbuhan itu tidak sesederhana seperti yang diduga. Maka, untuk memberikan pelayanan yang lebih efektif, haruslah diketahui antara lain:
  • Jangan terburu-buru dengan tidak mengikuti prosedur konseling yang bertanggung jawab.
  • Jangan mengadakan diagnosa dan analisa berdasarkan intuisi semata-mata.
  • Jangan memaksakan seorang konseli untuk mengikuti apa yang disarankan seorang konselor.
  • Jangan terlalu banyak melibatkan diri dengan perasaannya sendiri dalam masalah atau persoalan konseli sehingga dapat menjadi ‘dewa atau ilah’ bagi seorang konseli.Selalu harus mengenal dan memegang rahasia jabatan.
  • Jangan mencoba menangani semua persoalan dengan tidak menghargai profesional-profesional yang lain.

MENELITI MASALAH
Sebelum seorang konselor menetapkan jawaban atau nasihat kepada seorang konseli, haruslah seorang konselor itu meneliti dan mengetahui permasalahan yang dihadapi seorang konseli, apa sebenarnya inti persoalannya. Karena biasanya kisah pengalaman yang diceritakannya itu bukanlah inti persoalan, tetapi lebih-lebih merupakan suatu symptom (gejala) yang kemudian terlihat sebagai akibat dari persoalan utama. Disini biasanya seorang konselor yang diperlengkapi dengan karunia hikmat Allah dapat lebih mudah mendeteksi masalah pokoknya, namun seringkali ia tidak mendapatkan kebenarannya, apabila konseli menyangahnya.

Peran Roh Kudus dalam Pelayanan Konseling sebagai The Comforter dan The Helper

Sebuah Refleksi

Konseling Kristen adalah sebuah panggilan dan pelayanan, bukan sekedar keahlian (skill). Inilah yang membedakan pelayanan konseling Kristen dan sekuler. Saat ini, konseling sekuler banyak menggunakan berbagai terapi dan pendekatan, yang acapkali bertentangan dengan pandangan Alkitab.

Sebagai contoh, teman saya yang menggeluti psikologi secara akademik. Ia pernah memiliki pengalaman, bahwa pada waktu menjadi mahasiswa, ia diajarkan oleh dosennya untuk mengkonseling konseli, dengan hipnotisme. Karena menurut pemahaman sang pengajar, bahwa alangkah mudahnya "mempengaruhi" konseli ketika konseli sendiri dalam keadaan melepaskan diri dari "kesadarannya," sehingga proses konseling bisa lebih mudah masuk. Namun ketika memahami hal ini, apa bedanya proses konseling seperti ini dengan hipnotisme, yang sering kita lihat di televisi, seseorang dipengaruhi melakukan sesuatu, bukan atas dasar kesadaran dan kemauannya, namun karena perintah/pengaruh kata-kata dari si penghipnotis. Dalam hal ini, tentu ditinjau dari sudut etika konseling, seorang konselor tak boleh memaksakan kehendaknya atas diri konseli. Jika hal ini terjadi, bukankah hal itu dapat dikatakan "manipulative therapy."

Contoh pendekatan lain, dimana si konselor dan konseli tak perlu bertatapan langsung, karena konselor bisa melakukan konseling dari jarak jauh, tentu bukan lewat telepon, namun konselor dan konseli dipisahkan dalam ruangan yang berbeda. Konseli bisa membuka dirinya, tanpa harus merasa malu, karena tak dilihat oleh konselor. Konselor hanya mendengar suara si konseli, dan memberikan solusi atau nasihat. Proses konseling seperti ini diharapkan mengeliminasi rasa malu sang konseli. Tentu cara berkomunikasi mereka menggunakan peralatan teknologi tertentu, sehingga mereka tak bertatap muka, namun bisa tetap berbicara. Meski dalam dunia yang makin modern, adakalanya bisa saja, kita melakukan konseling dalam bentuk komunikasi tidak langsung, seperti lewat email, chatting, hotline, dsb ( dimana penulis pun adakalanya menggunakan kemudahan media seperti ini). Namun tentunya alangkah jauh lebih efektif, jika konseling dapat dilakukan secara langsung bertatap muka. Jika proses konseling, hanya dalam pengertian membuka diri namun dalam "ketertutupan," menghindari rasa malu terhadap konselor, bukankah dalam ini unsur relationship (hubungan ) dan building trust (membangun saling percaya) tidak ada di dalamnya.

Sebagai konselor Kristen, kita membutuhkan peran dan pertolongan Roh Kudus (The Comforter) sebagai Penghibur, sekaligus Penolong (The Helper). Sering dalam keterbatasan manusiawi kita, kita tak mampu memahami kedalaman perasaan konseli, mengerti sejauh mana kejujuran konseli, dan bagaimana kita mengharapkan konseli mengalami perubahan dalam hidupnya. Ketika kita hanya mengandalkan kemampuan, pengetahuan dan keahlian kita sebagai konselor, betapa seringnya kita menjadi frustasi karena kita mendapatkan sebuah kenyataan, betapa sulitnya konseli "menjadi" seperti yang kita harapkan. Tak ada seorangpun yang bisa mengubah manusia, selain Allah sendiri. Di sinilah dibutuhkan kerendahan hati dari diri sang konselor, bahkan ia tak mungkin hanya bergantung pada kamampuannya sendiri. Konselor membutuhkan "The Helper" yaitu Roh Kudus. Sebagai konselor kita selalu perlu mengingatkan diri sendiri, bahwa kita bukan problem solver (pemecah masalah), namun hanya the helper (penolong- huruf kecil). The helper membutuhkan The Great Helper.

Kita, sebagai the helper, bisa mengalami burn out. Di sanalah kita selalu membutuhkan "recharging." Ketika signal-signal komunikasi kita melemah, baterei semangat kita mulai low, bahkan kualitas pembicaraan kita tak terdengar jelas dan jernih (dimana sebenarnya konseli pun bisa merasakannya)., itulah saat nya kita perlu "Pause" (berhenti) sejenak. Kita perlu berdiam (solitude), kita perlu mendengarkan (listening) dan mohon kuasa (power) dari Roh Kudus.

Kita perlu mengijinkan Roh Kudus mengencounter pribadi dan karakter kita: kesombongan, sikap hanya bersandar pada diri sendiri (self-reliance) dan meremehkan pribadi dan masalah konseli. Adakalanya jam terbang yang tinggi dari pengalaman kita sebagai konselor, membuat kita terjebak dalam arogansi dan generalisasi.

"Konselor juga manusia" (saya ingin menciptakan lagu tersebut). Ia butuh dihibur, ketika harus menghibur banyak orang. Ia pun butuh ditegur, karena ia pun sering menegur konseli dalam teknik konfrontasi. Ketika kita mengijinkan Roh Penghibur, sekaligus Penegur, bekerja bebas dalam diri kita dan memakai kita, maka konseling, akan menjadi pengalaman yang memperkaya hidup kita; Roh Kudus akan banyak membuka banyak pengertian kita, mengerti siapa kita dan siapa konseli, dalam perspektif ilahi, dengan nilai kristiani, dan menjadikan konseling bukan hanya sebagai profesi, namun kita menggali banyak berkat rohani.


Fungsi pelayanan konseling

Pelayanan konseling mengemban sejumlah fungsi yang hendak dipenuhi melalui pelaksanaan kegiatannya untuk semua klien atau pengguna. Fungsi-fungsi tersebut adalah:

  1. Fungsi pemahaman, yaitu fungsi konseling yang menghasilkan pemahaman tentang sesuatu oleh pihak-pihak tertentu sesuai dengan kepentingan individu dan/atau kelompok yang mendapat pelayanan; pemahaman itu meliputi pemahaman tentang diri sendiri, lingkungan dan berbagai informasi yang diperlukan.
  2. Fungsi pencegahan, yaitu fungsi konseling yang menghasilkan kondisi bagi tercegahnya atau terhindarnya individu dan/atau kelompok yang mendapat pelayanan dari berbagai permasalahan yang mungkin timbul, yang akan dapat mengganggu, menghambat atau menimbulkan kesulitan dan kerugian-kerugian tertentu dalam kehidupan dan proses perkembangannya.

  1. Fungsi pengentasan, yaitu fungsi konseling yang menghasilkan kondisi bagi terentaskannya atau teratasinya berbagai permasalahan dalam kehidupan dan/atau perkembangannya yang dialami oleh individu dan/atau kelompok yang mendapat pelayanan.
  2. Fungsi pemeliharaan dan pengembangan, yaitu fungsi konseling yang menghasilkan terpelihara dan terkembangannya berbagai potensi dan kondisi positif individu dan/atau kelompok yang mendapat pelayanan dalam rangka perkembangan diri/kelompok secara mantap dan berkelanjutan.
  3. Fungsi advokasi, yaitu fungsi konseling yang menghasilkan kondisi pembelaan terhadap pengingkaran atas hak-hak dan/atau kepentingan pendidikan/ perkembangan yang dialami klien atau pengguna pelayanan konseling.

Fungsi-fungsi tersebut diwujudkan melalui terselenggarakannya berbagai jenis layanan dan kegiatan pendukung konseling untuk mencapai hasil sebagaimana terkandung di dalam masing-masing fungsi itu. Setiap layanan dan kegiatan pendukung konseling yang dilaksanakan harus secara langsung mengacu kepada satu atau lebih fungsi-fungsi tersebut di atas agar hasil-hasil yang hendak dicapainya secara jelas dapat diidentifikasi dan dievaluasi.

Layanan konseling kelompok

A. PENGERTIAN

Pelayanan konseling dan bimbingan kelompok sama-sama menggunakan format kelompok.

Bimbingan kelompok adalah salah satu kegiatan layanan yang paling banyak dipakai karena lebih efektif. Banyak orang yang mendapatkan layanan sekaligus dalam satu waktu. Layanan ini juga sesuai dengan teori belajar karena mengandung aspek social yaitu belajar bersama. Peserta layanan akan berbagi ide dan saling mempengaruhi untuk berkembang menjadi manusia seutuhnya.

150 orang menjadi 12 kelompok layanan yang hendaknya dilaksanakan oleh konselor sekolah.

Layanan Konseling kelompok ada 2 macam yaitu konseling dan bimingan kelompok. Yang sangat menentukan keefektifan layanan kelompok adalah suasana kelompok yang:

1. Interaksi yang dinamis

2. Keterikatan emosional

3. Penerimaan

4. Altruistik, mengutamakan kepedulian terhadap orang lain

5. Intelektual (rasional, cerdas dan kreatif). Menambah ilmu dan wawasan individu serta dapat menumbuhkan ide-ide cmerlang.

6. Katarsis (mengemukakan uneg-unegnya, idenya dan gagasannya). Menyatakan emosinya yang lebih mengarah pada pengungkapan pmasalah yang dipendam.

7. Empati (suasana yang saling memahami tentang apa yang dipikirkan dan dirasakan sehingga dapat menyesuaikan sikapnya dengan tepat).

Hal ini diciptakan melalui pentahapan dan kemampuan pemimpin kelompok.

Perbedaan antara Bimbingan dan Konseling Kelompok umumnya adalah ada pada masalah yang dibahas. Masalah Bimbingan kelompok biasanya membahas masalah-masalah umum bagi peserta layanan. Jika suasana kelompok belum tercipta maka sulit bagi peserta layanan untuk mengungkapkan masalah pribadinya sehingga konseling kelompok agak sulit pelaksanaannya dibanding Bimbingan kelompok. Dari itu, Bimbingan kelompok sangat menentukan pelaksanaan konseling kelompok.

Pelaksanaan layanan dapat dilaksanakan dimana saja asal tidak mengganggu proses layanan dimana dinamika kelompok berlagsung maksimal dalam mencapai tujuan


 

Copyright 2006| Blogger Templates by GeckoandFly modified and converted to Blogger Beta by Blogcrowds.
No part of the content or the blog may be reproduced without prior written permission.